TRADISI RING TENGAH GLOBALISASI
OM SWASTYASTU
Pulau bali satios kaloktah antuk kawentenan palemahan nyane sane gumanti ngulangunin kayun sang sane rauh nyingakin , taler kasub antuk seni lan budayasane adi luhur pamekas tradisi-tradisi sane kantun eksis kemargiang ring tengah masyarakat Bali punika.
Maosang indik tradisi nenten pacang prasida lempas saking kawentenan para palingsir sane gumantine nglestariang tur pageh ngemargiang ngantos mangkin kari kelaksanayang olih prati sentana nyane.
Tradisi kemargiang
boya
je sewates
wantah
anggen
sarana
upacara
kemanten,
bilih-bilih
wenten
sane maosang
ngutang-ngutang
prabiya
tur
nenten
wenten
pikenohnyane.
Tradisi
punika
kemargiang
wantah
pinaka
implementasi
utawi
cihna
subakti
katur
ring ida
Bhatara
- Bhatari
sane malingga
ring pangider
buana
sami. Tradisi
sane kemargiang
antuk
makudang
kudang
sarana
upakara
miwah
tata
cara
sane mabinayan
ring soang
- soang
wewidangan,
punika
pinaka
simbol
sane medaging
filosofi,
sarining
sastra
tattwa
agama sane matetujon
wantah
ngardi
kauripan
iragane
yadian
buana
alit lan
buana
agung
sida
nemu
karahayuan
, trepti,
landuh,
kerta
raharja.
Indike
punika
patut
pinehin
sareng
sami,
boya
masyarakat
sane ngamargiang
tradisine
punika
kemanten.
Sakemaon
sami
semeton
Bali, minakadi
para
palingsir
ring soang-soang
lembaga
ring bali.
aler
pemerintah
pinaka
pengamong
jagat
patut
urati
ring kawentenane
puniki
tur
prasida
ngwantu
antuk
mautsaha,
ngrerehang
hak
paten, ngawentenang
sosialisasi
ring
masyarakat,
utawi
ngawantu
antuk
ngicen
prabiya
risajeroning
jagi
mautsaha
nglestariang
tradisi-tadisi
punika.
Sane pinih mabuat
sinah
ngawentuk
karakter
pikayun
para
yowana
Bali mangda
sida
dados yowana
sane matata
susila,
madue
etika
sane becik
nginutinTri
Kaya
Parisudha. prasida
mapineh
global sakewenten
nenten
ngantos
ninggal
tradisi
seni
budaya
Bali pinaka
tetamian
sane sampun
kamargiang
saking
riin
olih
para
panglingsire
sami
Contoh Budaya bali yang masih dilestarikan :
1.Tradisi Mageret Pandan
Tradisi sakral Bali Aga ini menggunakan pandan berduri dan sangat tajam ini adalah unik dan menurut ramagita, Tradisi Mageret pandan atau Perang Pandan (Mekare-kare) dilakukan selama tiga hari dan juga tradisi ini merupakan sarana latihan ketangkasan seorang prajurit dalam masyarakat Tenganan sebagai penganut Agama Hindu aliran Dewa Indra sebagai Dewa Perang.Yang terpenting dalam perang pandan tersebut tidak ada menang kalah. Kalau ada yang sampai terluka akibat goresan pandan akan diobati dengan obat yang telah disediakan yang berasal dari cuka kunir dan isen. Tak heran jika Perang pandan ini menjadi tontonan menarik bagi wisatawan lokal dan mancanegara.
Kepercayaan warga Tenganan agak berbeda dengan warga Bali pada umumnya dimana Umat Hindu Bali yang menjadikan Tri Murti sebagai dewa tertinggi. Namun bagi warga Tenganan, Dewa Indra sebagai dewa perang adalah dewa dari segala dewa.
2. Tradisi Mekepung
Sejarah Tradisi / Atraksi Mekepung di Jembrana Bali dikembangkan pertama kali sekitar tahun 1930 dengan joki berpakaian seperti prajurit istana. Mereka bertelanjang kaki, mengenakan gaun kepala, syal, rompi, dan celana panjang dengan pedang yang dibungkus kain bermotif kotak-kotak di pinggang. Karena pakaian joki yang dikenakan selalu kotor setelah mekepung di sawah berlumpur, maka mereka pindah ke jalan tanah dekat sawah.
Mekepung juga berarti kejar-kejaran, inspirasi berasal dari kegiatan petani pengolahan sawah mereka sebelum mereka menanam benih padi yang bajak lahan basah ke dalam lumpur dengan menggunakan bajak tradisional.
Bajak ditarik oleh dua ekor kerbau, kerbau mengenakan alat dekoratif seperti lonceng kayu, sehingga ketika kerbau berjalan menarik bajak akan terdengar suara seperti musik.
3. Tradisi Omed-Omedan
Meruakan tradisi / festival ciuman massal usai Hari Raya Nyepi di Bali yang dilaksanakan setiap tahun sekali sebagai warisan leluhur yang dilestarikan sampai saat ini.
tradisi yang unik yaitu Festival Omed – ciuman antara laki dan perempuan satu desa yang tepatnya dilaksanakan di Banjar Kaja Desa Sesetan Denpasar Bali.
Setiap tahun, setidaknya 50 orang muda yang telah dewasa yang berpartisipasi dalam festival turun temurun ini ini.
Festival dimulai dengan doa di Banjar dan semua peserta harus mengikuti prosesi menjadi lancar dan keselamatan saat berciuman kemudian.Pada saat berdoa orang-orang muda dibagi menjadi dua kelompok. Yang pertama kelompok laki laki, dan yang lainnya adalah kelompok perempuan.
4. Tradisi Perang Siat Sampian
Tradisi yang dilaksanakan setiap tahun sekali di Pura Samuan Tiga ini juga menarik perhatiann wisatawan asing, demikian dikutip dari artikel perang sampian di Pura Samuan Tiga. Juga dalam kutipan artikel tersebut dijelaskan pula bahwa, sebelum tradisi ini dimulai, dilakukan upacara Nampiog, Ngober dan Meguak-guakan. Dalam upacara ini, ratusan warga mengelilingi areal pura sambil menggerak-gerakkan tangan mereka seperti burung gagak (goak).
Setiap tahun, setidaknya 50 orang muda yang telah dewasa yang berpartisipasi dalam festival turun temurun ini ini.
Festival dimulai dengan doa di Banjar dan semua peserta harus mengikuti prosesi menjadi lancar dan keselamatan saat berciuman kemudian.Pada saat berdoa orang-orang muda dibagi menjadi dua kelompok. Yang pertama kelompok laki laki, dan yang lainnya adalah kelompok perempuan.
Dalam sejarahnya, Tradisi Omed-omedan dimulai pada abad ke-17. Sebelumnya tradisi ini dilakukan pada hari Nyepi, namun pada tahun 1978 diputuskan untuk menggantinya pada saat Ngembak Geni, atau sehari setelah Nyepi. “Tradisi ini hanya untuk meluapkan kegembiraan teruna Teruni pada saat hari omed omedan Ngembak-geni,” kata I Gusti Ngurah Oka Putra, Toko Banjardi daerah Sesetan. |
4. Tradisi Perang Siat Sampian
Tradisi yang dilaksanakan setiap tahun sekali di Pura Samuan Tiga ini juga menarik perhatiann wisatawan asing, demikian dikutip dari artikel perang sampian di Pura Samuan Tiga. Juga dalam kutipan artikel tersebut dijelaskan pula bahwa, sebelum tradisi ini dimulai, dilakukan upacara Nampiog, Ngober dan Meguak-guakan. Dalam upacara ini, ratusan warga mengelilingi areal pura sambil menggerak-gerakkan tangan mereka seperti burung gagak (goak).
Prosesi ini diikuti oleh para permas atau ibu-ibu yang sudah disucikan. Selain ibu-ibu, para pemangku pura setempat juga ikut mengelingi areal Pura. Setelah prosesi ini selesai dilanjutkan dengan upacara Ngombak. Pada upacara ini para wanita yang berjumlah 46 orang, serta laki-laki atau sameton parekan yang juga sudah disucikan berjumlah 309 orang melakukan upacara Ngombak (melakukann gerakan seperti ombak).
Upacara ini dilakukan dengan cara berpegangan tangan satu sama lainnya, kemudian bergerak laksana ombak. Setelah usai upacara ini, para laki dan wanita tersebut langsung mengambil sampian (rangkaian janur untuk sesajen) dan saling pukul serta lempar atau perang dengan sampian satu sama lainnya.
5. Tradisi Ngaben
Ngaben merupakan salah satu upacara yang dilakukan oleh Umat Hindu di Bali yang tergolong upacara Pitra Yadnya (upacara yang ditunjukkan kepada Leluhur). Beberapa pengertian dari Ngaben, sebagai berikut : 1. Ngaben secara etimologis berasal dari kata api yang mendapat awalan nga, dan akhiran an, sehingga menjadi ngapian, yang disandikan menjadi ngapen yang lama kelamaan terjadi pergeseran kata menjadi ngaben. Upacara Ngaben selalu melibatkan api, api yang digunakan ada 2, yaitu berupa api konkret (api sebenarnya) dan api abstrak (api yang berasal dari Puja Mantra Pendeta yang memimpin upacara). 2. Versi lain mengatakan bahwa Ngaben berasal dari kata beya yang artinya bekal, sehingga ngaben juga berarti upacara memberi bekal kepada Leluhur untuk perjalannya ke Sunia Loka. 3. Versi lain, Ngaben berasal dari nge - "abu" - in. Disandikan menjadi Ngaben, merupakan upacara pengembalian unsur tubuh kepada unsur-unsur Panca maha bhuta.
6. Tradisi Potong Gigi
Metatah atau Tradisi Potong Gigi. ... Upacara Potong Gigi atau yang biasanya juga disebut dengan istilah Mepandes,Metatah atau Mesangih merupakan upacara yang bermakna untuk menemukan hakekat manusia sejati yang terlepas dari belenggu kegelapan dari pengaruh Sad Ripu dalam diri manusia.
7. Tradisi Medeeng
Medeeng adalah nama satu rangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan upacara kematian, ngaben. Upacara medeeng ini adalah khas Buleleng, Bali Utara. Sebuah upacara yang lebih banyak melibatkan para kaum muda. Menurut pengakuan beberapa orang tua warga Buleleng, upacara ini adalah ajang pamer kegagahan dan kecantikan anggota keluarga. Di Bali Selatan ada upacara sejenis, yang disebut mepeed, kemeriahannya kalah oleh medeeng.
8. Tradisi Mepeed
Mepeed adalah tradisi seperti parade yang diikuti oleh para perempuan Bali yang mengusung Gebogan yaitu rangkaian buah dan aneka jajanan tradisional Bali yang dihiasi dengan aneka janur setinggi kurang lebih 1 meter yang dibawa secara berjalan kaki dari Banjar menuju ke Pura Kahyangan Desa. Upacara Mepeed merupakan upacara persembahan untuk Tuhan masyarakat Hindu Bali bernama Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Upacara Mepeed merupakan salah satu rangkaian kegiatan upacara di pura yang bertujuan sebagai ungkapan rasa terima kasih umat Hindu Bali kepada Sang Hyang Widhi Wasa dengan menghanturkan persembahan. Piodalan biasanya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali jadi jika ingin melihat upacara ini pastikan jadwalnya karena biasanya upacara ini berbeda di setiap desa. Acara iring-iringan dimulai dari jam 3 sore, semua masyarakat desa memenuhi jalan untuk mengikuti upacara ini. Yang menarik bukan cuma perempuan dewasa yang ikut parade tersebut tetapi anak-anak kecil desa juga ikut di dalam barisan. Iring-iringan perempuan Bali yang membawa persembahan berupa buah-buahan dijunjung di atas kepala, berbaris dengan memakai kostume kebaya dan berkain sarung serta ikat pinggang khas Bali. Memang cantik dan penuh disiplin. Dikawal oleh para lelaki yang berkeris di pinggang berbaju putih,berkain putih dan berdestar putih. Istilah 'Mepeed' bermakna berjalan beriringan, karena warga tidak boleh datang secara perorangan. Adapun prosesi 'Mepeed' dibagi menjadi dua gelombang yaitu tempek kauh, yakni warga yang bermukim di barat desa, dan tempek kanginan, warga di timur desa. Jika ada sesajen yang dipersembahkan dalam keadaan kotor atau ada yang patah, akan dikembalikan ke warga yang membawa, karena dinilai tidak ikhlas dalam melakukan persembahan, tidak sampai disitu ada sanksi adat berupa denda dengan menyerahkan uang kepeng sebanyak 1.800 buah.
Sekian yang dapat admin sampaikan semogga bermanfaat.
Saya tutup dengan parama santih
Om Shantih,Shantih,Shantih Om
Komentar
Posting Komentar